Tanya Jawab Tax Amnesty (FAQ Tax Amnesty Seri 4)
SERI IV | |||||||||
1. | Apakah Warisan atau Hibah tertentu yang pada dasarnya bukan objek Pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh merupakan Harta yang dapat dijadikan Objek Pengampunan Pajak berdasarkan UU Pengampunan Pajak? | ||||||||
Jawaban: | |||||||||
Ya. Harta yang menjadi objek Pengampunan Pajak adalah seluruh akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Perlu diketahui bahwa setiap Wajib Pajak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, dan jelas, termasuk seluruh harta yang dimilikinya baik yang berasal dari Penghasilan yang merupakan objek PPh atau dikecualikan dari objek PPh. Dengan, demikian, warisan/hibah termasuk harta yang dapat menjadi objek Pengampunan Pajak sepanjang belum dicantumkan dalam SPT PPh Terakhir atau sebelumnya. | |||||||||
Namun demikian atas Harta berupa warisan dan hibah tertentu yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, yaitu:
bukan merupakan objek pengampunan pajak yang dikenakan ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang memilih untuk tidak menggunakan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak.
|
|||||||||
dasar hukum: Pasal 2 PER-11/PJ/2016 | |||||||||
2. | WP menyatakan bahwa nilai utang yang dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya. | ||||||||
Jawaban: | |||||||||
Pengampunan Pajak bukan mekanisme untuk pembetulan SPT, termasuk di dalamnya perubahan penyajian nilai suatu Harta maupun Hutang. Angka Utang yang dilapor SPT menjadi nilai Utang yang sudah dilapor di SPT yang menjadi bagian dari Surat Pernyataan Harta. Perubahan nilai Utang (baik dikarenakan karena pembayaran, penghapusan piutang oleh kreditur, kesalahan penyajian, dan sebagainya) wajib digambarkan pada SPT Tahunan berikutnya setelah SPT Tahunan PPh Tahun Terakhir disampaikan. |
Tanya Jawab Tax Amnesty , Permasalahan dan jawaban Seputar Tax Amnesty
3. | Bagaimana dengan perlakuan asuransi jiwa, asuranasi kesehatan, asuransi pendidikan untuk anak, asuransi unit link. | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Asuransi yang mengandung nilai investasi maupun manfaat pasti (misalnya manfaat yang diterima ketika penerima manfaat mencapai umur tertentu atau kondisi tertentu yang pasti) dianggap sebagai Harta. Dengan demikian asuransi pendidikan, asuransi unit link merupakan Harta yang dapat disertakan dalam program Pengampunan Pajak. | |||||||||||
Atas Asuransi jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi kerugian yang tidak mengandung nilai investasi pada dasarnya bukan menjadi Harta yang dapat disertakan dalam program pengampunan pajak, kecuali yang diperlakukan sebagai asset oleh Wajib Pajak. Nilai asuransi dicatat sebesar premi yang sesungguhnya telah dibayarkan oleh Wajib Pajak | |||||||||||
4. | Apakah atas Harta Tambahan yang berupa persediaan perlu dirinci satu persatu? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Atas Harta Tambahan berupa persediaan dapat dilakukan secara kumulatif | |||||||||||
5. | Apakah atas Utang Tambahan sehubungan persediaan perlu dirinci satu persatu? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Atas Utang Tambahan sehubungan persediaan dapat dilakukan secara kumulatif | |||||||||||
6. | Apakah atas Harta tambahan yang telah mendapat Pengampunan Pajak dapat disusutkan sesuai ketentuan UU PPh? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU tentang Pengampunan Pajak:
|
|||||||||||
- |
Atas harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.
|
||||||||||
- |
Atas harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan
|
||||||||||
7. | Bagaimana dalam hal Harta tambahan yang tidak disusutkan sesuai UU Pengampunan Pajak tersebut tersebut dialihkan atau dijual? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Sebagai Konsekuensi dari Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak, nilai yang sesungguhnya diterima atau jumlah yang seharusnya diterima dalam hal terdapat hubungan istimewa, sehubungan pengalihan/penjualan harta tersebut merupakan Objek Pajak PPh. | |||||||||||
8. | Dalam hal hasil penjualan/pengalihan atas Harta Tambahan tersebut digunakan untuk membeli harta baru yang dapat disusutkan, apakah ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak berlaku ? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak tidak berlaku bagi harta baru yang diperoleh oleh Wajib Pajak. | |||||||||||
9. |
Apakah ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 mengenai kewajiban Wajib Pajak dalam melaporkan SPT PPh Terakhir yang:
- mencerminkan Harta yang telah dilaporkan dalam SPT sebelum SPT PPh Terakhir yang disampaikan sebelum UU Pengampunan Pajak berlaku, dan
- Harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir berlaku untuk semua Wajib Pajak.
|
||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti program Pengampunan Pajak. | |||||||||||
10. | Apakah ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku untuk laporan keuangan Wajib Pajak yang diwajibkan pembukuan? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku dalam pengisian SPT PPh Terakhir. Pembukuan wajib pajak berlaku ketentuan umum. Laporan keuangan dapat disampaikan sesuai dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. | |||||||||||
11. |
WP telah memiliki NPWP di Tahun 2013. WP baru pertama kali menyampaikan SPT PPh Tahun 2015 pada 1 Agustus 2016 dengan tidak mengikuti ketentuan pada Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 karena WP tidak berniat mengikuti Pengampunan Pajak.
|
||||||||||
Pada 1 November 2016, WP mengikuti program Pengampunan Pajak. Bagaimana perlakuan SPT PPh Tahun 2015 tersebut? | |||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Atas SPT PPh yang telah disampaikan tersebut tetap diterima sebagai SPT PPh Terakhir, namun pengisian Surat Pernyataan Harta sesuai ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. | |||||||||||
Dengan demikian atas Harta yang dimiliki selain yang berasal dari penghasilan pada Tahun Pajak 2015, harus diungkapkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan. | |||||||||||
12. | 1. |
Bolehkan saat ini Wajib Pajak menyampaikan SPT PPh Tahun 2015 kebawah (2014, 2013, dst.) setelah UU Pengampunan Pajak berlaku
|
|||||||||
2. | Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan dapatkan harta yang telah disampaikan dalam SPT PPh Tahun 2015 kebawah tersebut dianggap sebagai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
1. | Boleh | ||||||||||
2. | Ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku. Dengan demikian, harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Tahun 2015 kebawah (2014, 2013, dst.) tersebut, masuk kedalam Harta Tambahan yang belum pernah dilaporkan SPT PPh Terakhir dalam Surat Pernyataan Harta. | ||||||||||
13. | WP sudah punya NPWP sebelum 2015 dan belum pernah menyampaikan SPT PPh Terakhir. Pada tahun 2015, WP memiliki penghasilan senilai 300 juta rupiah dan membeli rumah senilai 1 miliar rupiah. Berapa yang harus dilaporkan dalam SPT dan berapa yang harus dilaporkan dalam Surat Pernyataan? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
1. | Nilai rumah yang dicantumkan dalam SPT 2015 adalah nilai sesungguhnya dari penghasilan yang diterima di tahun 2015 yg digunakan untuk memperoleh rumah tersebut | ||||||||||
2. | Nilai wajar rumah sebagai Harta Tambahan yang dimasukkan dalam Surat Pernyataan adalah selisih antara nilai wajar rumah dengan nilai rumah yang dicantumkan dalam SPT PPh 2015 sebagaimana dimaksud angka 1 | ||||||||||
14. | Apabila Wajib Pajak melakukan repatriasi / deklarasi harta dalam negeri, kemudian meninggal dunia, bagaimana kewajiban investasi hartanya tersebut | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
1. | Dalam hal Harta masih berupa Warisan belum terbagi, pengurusan Pengampunan Pajak diajukan oleh Ahli Waris; Jangka Waktu kewajiban investasi melanjutkan kewajiban investasi harta tersebut | ||||||||||
2. | Dalam hal warisan sudah dibagi, dilakukan oleh masing-masing Ahli Waris. | ||||||||||
15. | Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki peredaran usaha dari bengkel sebesar 4 miliar, penghasilan dari Warisan 1 miliar , dan penghasilan dari bunga deposito senilai 10 juta rupiah. WP belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari bengkel sebesar 4 miliar, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak | |||||||||||
16. | Wajib Pajak bergerak di bidang penjualan ATK memilki peredaran usaha senilai 3,5 miliar dan penghasilan dari sewa bangunan sebesar 2 miliar. WP belum pernah menyampaikan SPT PPh Terakhir. Apakah Wajib Pajak berhak mendapatkan tarif 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Dalam hal dalam mendapatkan penghasilan dari sewa tersebut, WP melakukan usaha aktif untuk mengelolanya (misalnya melakukan perawatan rutin, usaha aktif mengiklankan, atau bangunan tersebut memang ditujukan untuk disewakan) maka peredaran usaha dari Wajib Pajak adalah sebesar 5,5 miliar rupiah. | |||||||||||
17. | Tn B pada tahun 2015 memiliki usaha toko material dengan peredaran usaha senilai 1,5 miliar rupiah dan usaha jual beli tanah dengan omset senilai 10 miliar rupiah. Tn B belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari toko material senilai 1,5 miliar ditambah usaha jual beli tanah sebesar 10 miliar, sehingga Wajib Pajak berhak tidak berhak menggunakan tarif 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak. | |||||||||||
18. |
Ny A pada tahun 2015 menerima:
- penghasilan dari usaha salon kecantikan senilai 300 juta
- penghasilan usaha katering 150 juta
- menerima warisan dua bidang tanah senilai 4 miliar dan 7 miliar rupiah. (Atas tanah 4 miliar dijual dan mendapatkan penghasilan senilai 5,3 miliar)
Ny A belum pernah melaporkan harta warisan dan belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. Tarif uang tebusan manakah yang dikenakan ?
|
||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari usaha salon kencantikan dan usaha katering, dengan total senilai 450 juta, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif 4 ayat (3) UU huruf b Pengampunan Pajak. | |||||||||||
19. | Bagaimana pencatatan masa pajak dan tahun pajak untuk pengisian SSP Uang Tebusan | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Masa Pajak dan Tahun Pajak diisi sesuai dengan Masa dan Tahun Pajak pembayaran Uang Tebusan | |||||||||||
20. | Bagaimana perlakuan pengakuan harta yang dimiliki/dikuasai oleh Wajib Pajak melalui SPV? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Wajib Pajak dapat membuat neraca konsolidasi untuk seluruh SPV yang didirikan/dimiliki/dideklarasi/dan atau dikendalikanya baik yang berada di dalam maupun di luar NKRI, sebagai pendukung dari rincian Harta dan/atau Utang, sehingga tercermin kondisi neraca keuangan keseluruhan dari Wajib Pajak. Harta Tambahan sebagai Objek Pengampunan Pajak adalah Harta yang belum pernah atau belum seluruhnya dilaporkan oleh Wajib Pajak sebagai entitas pengendali atau SPV yang berada di Indonesia yang berkewajiban menyampaikan SPT Tahunan. | |||||||||||
21. | Dalam hal Wajib Pajak sudah menyampaikan Surat Pernytaan dengan menyertakan neraca konsolidasi, namun belum menyampaikan keseuluruhan harta yang dimiliki melalui SPV, bagaiaman perlakukannya | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
WP dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua dengan turut menyertakan neraca konsolidasi yang sudah disempurnakan, sebagai pendukung rincian Harta dan/Utang yang belum atau belum seluruhnya diungkapkan. | |||||||||||
22 | Bagaimana perlakuan Harta Tambahan berupa satelit luar angkasa. | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
Kondisi harta tambahan mengacu pada kondisi harta tersebut pada akhir Tahun Pajak Terakhir. | |||||||||||
23. | Bagaimana perlakuan atas Harta tambahan yang menjadi dasar Uang tebusan. Dapatkah harta tambahan dikonsumsi? | ||||||||||
Jawaban: | |||||||||||
a. | Atas harta yang direpatriasi, Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun. | ||||||||||
b. | Atas harta yang deklarasi dalam negeri Wajib Pajak tidak dapat menginvestasikan harta tersebut di luar negeri paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. | ||||||||||
c. | Atas harta yang di deklarasi di luar negeri, dapat dikonsumsi baik di dalam maupun diluar negeri. | ||||||||||
EmoticonEmoticon